Dewi Madrim adalah istri dari Pandu, ayah para Pandawa, Lebih tepatnya Madrim adalah ibunda dari si kembar Nakula dan Sadewa.
Dalam kisah pewayangan Pandu mati ketika sedang memadu kasih bersama Dewi Madrim, Madrim pun mengikuti kematian suaminya dengan ikut menerjunkan dirinya ke dalam api pembakaran mayat...
Dalam kisah pewayangan Pandu mati ketika sedang memadu kasih bersama Dewi Madrim, Madrim pun mengikuti kematian suaminya dengan ikut menerjunkan dirinya ke dalam api pembakaran mayat...
***
& Kematian madrim ini bukanlah semata-mata didorong oleh rasa bersalah, melainkan karena rasa cinta yang besar. Seakan-akan, dia hendak membuktikan apa yang telah orang bijak banyak katakan, "Tidak ada cinta yang lebih besar, yang melebihi cinta seseorang yang menyerahkan nyawa bagi orang yang dicintainya." Dia tidak takut kehilangan nyawanya. Dalam hatinya, Madrim memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa dengan menyerahkan nyawa bagi Pandu, itu justru akan memelihar cintanya. Barang siapa memelihara cinta dengan mengurbankan (bukan mengorbankan) hidupnya, dia akan mendapatkan kehidupanya kembali. Bahkan kehidupan yang baru dan lebih bermutu.
Tidakkah semua orang mengetahui bahwa tak ada seorangpun dapat hidup tanpa cinta. Jadi cinta esensinya hidup itu sendiri. Maka pasangan suami istri yang sudah tidak lagi memiliki cinta, maka pasangan suami-istri yang sudah tidak memiliki rasa saling mencintai, sebenarnya telah mati dalam arti yang sebenarnya. Cinta adalah jati diri kehidupan manusia.
Madrim adalah inkarnasi dari cinta yang murni. Dia menangkap persis arti suatu kehidupan manusia, yakni cinta. Seluruh hidup manusia sebenarnya telah terarah pada suatu rahasia dibalik bermacam-macam cinta. Hidup manusia hanya akan berarti, jika dijiwai, digerakkan dan dimahkotai dengan cinta.
Tak seorang pun meragukan harga sebuah kehidupan. Hidup manusia adalah nilai dasar, yang menjadi aset untuk mengejar nilai-nilai yang lain. Tanpa memiliki kehidupan, manusia tak kan dapat berbuat apapun. Maka tidak mengherankan, jika pada umumnya setiap orang berusaha memelihara kehidupannya.Lihat saja, Orang-orang berduit yang sudah terlanjur menderita penyakit yang mengancam hidupnya. Mereka akan mengorbankan apa saja yang dimiliki, asalkan hidupnya dapat dipertahankan. Puluhan tahun dia menabung, tetapi dalam beberapa hari tabungannya harus dikuras untuk memulihkan kesehatannya, atau lebih tepat mempertahankan hidupnya.
***
Suatu pagi, saya sengaja menggantikan waktu yang biasa saya gunakan untuk berkontemplasi, dengan berjalan-jalan. Banyak juga orang yang melakukan hal yang sama, berjalan-jalan pagi hari untuk mengikuti pola hidup sehat. Namun bukan itu yang menjadi perhatian saya. Sambil berjalan, sepintas lalu saya mengamati pedagan kaki lima yang sudah mulai membuka rombong dagangannya. Pedagang nasi pecel, baik yang mereka sebut "Pecel Asli Blitar", "Pecel Madiun", "Pecel Kediri" yang rata-rata harganya Rp. 5000-7000 sudah standby di dekat dagangannya masing-masing. Warung-warung yang biasanya didatangi para mahasiswa kos-kosan dan para tukang, kuli bangunan juga sudah buka. Para ibu yang kreatif berjualaln kue lapis, onde-onde, dan juga pastel juga sudah kelihatan dikerubuti pembeli. Sepagi ini, rupanya mereka sudah mulai mengumpulkan rejeki-rejeki yang rontok dari alam langit. Mereka tahu memanfaatkan kesempatan, atau tepatnya peluang, saat orang membutuhkan makanan. Pun tukang sapu jalan sudah sejak pagi buta melaksanakan pekerjaanya. Pekerjaan mereka sudah mulai sebelum jam kerja kantor. Para Cleaning Service di kantor-kantor juga sudah mulai melakukan hal yang sama. Para penjual koran apalagi, mereka malah sudah bergeriliya di perempatan-perempatan jalan, di dekat traffic light. Untuk apa semuanya itu?? Jwaban yang sederhana: Mempertahankan Hidup.
Saya kembali mengamati orang-orang yang menikmati udara segar sembari menghirup udara bebas polusi pagi hari. Dari semua itu, saya pikir, jogging adalah hanya untuk orang-orang yang sudah mapan hidupnya. Soal makanan harian sudah bukan lagi menjadi masalah bagi mereka. Perihal Living Cost dan Running Cost tak lagi menjadi beban yang menyita pikiran mereka. Mereka orang-orang yang sudah mapan (walaupun tidak selalu harus kaya). Tak perlu mereka membukawarung nasi terlebih dulu untuk bisa makan hari itu.
Kehidupan berjalan seperti ini. Orang merasa hidup sungguh, ketika sedang bergerak, atau tepatnya bekerja, apalagi pekerjaan yang dilakukan demi karena memenuhi tuntutan hidup yang harus segera dipenuhinya. Ketika semua kebutuhan hidup sudah terpenuhi, seseorang sebenarnya "kurang" merasa hidup, karena pergulatannya pun berkurang. Menikmati hidup memang kadang-kadang perlu, tetapi jika terlalu sering, orang akan segera kehilangan gairah hidup, karena ikatan rasa jenuh yang menguasainya.
Seseorang akan merasa benar-benar hidup justru ditengah-tengah kesibukkannya. Apalagi jika kesibukkan itu menyangkut kebutuhan pokok yang harus dipenuhinya.
Daloam kenyataan yang kita jumpai dalam peristiwa sehari-hari, kita akan sampai pada pemahaman bahwa hidup itu sungguh-sungguh berharga dan layak untuk di[elihara dan dipertahankan. Kebanyakan dari kita tidak meragukan hal tersebut. Namun anda tentu akan terperanjat ketika menemukan kata-kata si Bijak, "Cinta dan kesetiaan lebih berharga daripada hidup."Ternyat ada nilai yang melebihi hidup, yakni cinta dan kesetiaan.
Cinta dan kesetiaan bukanlah dua kata yang ditulis terpisah. Masing-masing saling mengandaikan, seseoprang hanya bisa mempertahankan cintanya, jika memiliki kesetiaan. Sebaliknya, Kesetiaan hanya mungkin jika seseorang memiliki cinta. Inilah yang dimiliki oleh Madrim. Cintanya dibuktikan dengan kesetiaan untuk mendampingi san suami sampai ke alam kematian. Kesetiaan setingkat ini merupakan buah dari pengalaman-pengalaman cinta yang membuat Madrim semakin yakin bahwa Pandu adalah pribadi yang layak dicintaidengan setia. Puncak dari kesetiaan itu juga menjadi puncak ungkapan cinta, yakni kematian. Cinta Madrim adalah cinta mati, yang mengungkapkan kesetiaan seorang istri. Mungkinkah nilai seperti ini masih hidup di dalam hati para istri jaman ini???
Madrim adalah inkarnasi dari cinta yang murni. Dia menangkap persis arti suatu kehidupan manusia, yakni cinta. Seluruh hidup manusia sebenarnya telah terarah pada suatu rahasia dibalik bermacam-macam cinta. Hidup manusia hanya akan berarti, jika dijiwai, digerakkan dan dimahkotai dengan cinta.
Tak seorang pun meragukan harga sebuah kehidupan. Hidup manusia adalah nilai dasar, yang menjadi aset untuk mengejar nilai-nilai yang lain. Tanpa memiliki kehidupan, manusia tak kan dapat berbuat apapun. Maka tidak mengherankan, jika pada umumnya setiap orang berusaha memelihara kehidupannya.Lihat saja, Orang-orang berduit yang sudah terlanjur menderita penyakit yang mengancam hidupnya. Mereka akan mengorbankan apa saja yang dimiliki, asalkan hidupnya dapat dipertahankan. Puluhan tahun dia menabung, tetapi dalam beberapa hari tabungannya harus dikuras untuk memulihkan kesehatannya, atau lebih tepat mempertahankan hidupnya.
***
Suatu pagi, saya sengaja menggantikan waktu yang biasa saya gunakan untuk berkontemplasi, dengan berjalan-jalan. Banyak juga orang yang melakukan hal yang sama, berjalan-jalan pagi hari untuk mengikuti pola hidup sehat. Namun bukan itu yang menjadi perhatian saya. Sambil berjalan, sepintas lalu saya mengamati pedagan kaki lima yang sudah mulai membuka rombong dagangannya. Pedagang nasi pecel, baik yang mereka sebut "Pecel Asli Blitar", "Pecel Madiun", "Pecel Kediri" yang rata-rata harganya Rp. 5000-7000 sudah standby di dekat dagangannya masing-masing. Warung-warung yang biasanya didatangi para mahasiswa kos-kosan dan para tukang, kuli bangunan juga sudah buka. Para ibu yang kreatif berjualaln kue lapis, onde-onde, dan juga pastel juga sudah kelihatan dikerubuti pembeli. Sepagi ini, rupanya mereka sudah mulai mengumpulkan rejeki-rejeki yang rontok dari alam langit. Mereka tahu memanfaatkan kesempatan, atau tepatnya peluang, saat orang membutuhkan makanan. Pun tukang sapu jalan sudah sejak pagi buta melaksanakan pekerjaanya. Pekerjaan mereka sudah mulai sebelum jam kerja kantor. Para Cleaning Service di kantor-kantor juga sudah mulai melakukan hal yang sama. Para penjual koran apalagi, mereka malah sudah bergeriliya di perempatan-perempatan jalan, di dekat traffic light. Untuk apa semuanya itu?? Jwaban yang sederhana: Mempertahankan Hidup.
Saya kembali mengamati orang-orang yang menikmati udara segar sembari menghirup udara bebas polusi pagi hari. Dari semua itu, saya pikir, jogging adalah hanya untuk orang-orang yang sudah mapan hidupnya. Soal makanan harian sudah bukan lagi menjadi masalah bagi mereka. Perihal Living Cost dan Running Cost tak lagi menjadi beban yang menyita pikiran mereka. Mereka orang-orang yang sudah mapan (walaupun tidak selalu harus kaya). Tak perlu mereka membukawarung nasi terlebih dulu untuk bisa makan hari itu.
Kehidupan berjalan seperti ini. Orang merasa hidup sungguh, ketika sedang bergerak, atau tepatnya bekerja, apalagi pekerjaan yang dilakukan demi karena memenuhi tuntutan hidup yang harus segera dipenuhinya. Ketika semua kebutuhan hidup sudah terpenuhi, seseorang sebenarnya "kurang" merasa hidup, karena pergulatannya pun berkurang. Menikmati hidup memang kadang-kadang perlu, tetapi jika terlalu sering, orang akan segera kehilangan gairah hidup, karena ikatan rasa jenuh yang menguasainya.
Seseorang akan merasa benar-benar hidup justru ditengah-tengah kesibukkannya. Apalagi jika kesibukkan itu menyangkut kebutuhan pokok yang harus dipenuhinya.
Daloam kenyataan yang kita jumpai dalam peristiwa sehari-hari, kita akan sampai pada pemahaman bahwa hidup itu sungguh-sungguh berharga dan layak untuk di[elihara dan dipertahankan. Kebanyakan dari kita tidak meragukan hal tersebut. Namun anda tentu akan terperanjat ketika menemukan kata-kata si Bijak, "Cinta dan kesetiaan lebih berharga daripada hidup."Ternyat ada nilai yang melebihi hidup, yakni cinta dan kesetiaan.
Cinta dan kesetiaan bukanlah dua kata yang ditulis terpisah. Masing-masing saling mengandaikan, seseoprang hanya bisa mempertahankan cintanya, jika memiliki kesetiaan. Sebaliknya, Kesetiaan hanya mungkin jika seseorang memiliki cinta. Inilah yang dimiliki oleh Madrim. Cintanya dibuktikan dengan kesetiaan untuk mendampingi san suami sampai ke alam kematian. Kesetiaan setingkat ini merupakan buah dari pengalaman-pengalaman cinta yang membuat Madrim semakin yakin bahwa Pandu adalah pribadi yang layak dicintaidengan setia. Puncak dari kesetiaan itu juga menjadi puncak ungkapan cinta, yakni kematian. Cinta Madrim adalah cinta mati, yang mengungkapkan kesetiaan seorang istri. Mungkinkah nilai seperti ini masih hidup di dalam hati para istri jaman ini???
_____________________________________________________________________________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar